Senin, 21 September 2015

"Warning" , dari jajanan pasar.....

"Mbok, minta tiga bungkus ya", seloroh saya ke mbok mbok penjaja makanan di sebuah pasar. Ya, pagi itu selepas jalan santai muter muter keraton Jogja kami mampir ke sebuah pasar di bilangan jalan Kemitbumen, pasar RW ngakunya si penjual makanan itu. Pagi itu dadakan pingin jajanan pasar, ya sembilan dari sepuluh anak yg besar di bilangan jogja, baek di desa maupun dikota, pasti kenal dengan jajanan pasar. Cenil, ketan, lopis, jagung, growol bahkan bakmi dan capcay yg isinya banyakan kobisnya, huft jadi inget masa itu datang lagi. 

Di beberapa daerah kita kenal lagi ada geblek, growol, gatot, tiwul atau besengek, ah tapi sama aja semuanya adalah makanan yg masuk kategori jajanan pasar. Jajanan pasar itu apa tho, trus posisinya ada dimana ? 


Jajanan pasar bukanlah makanan utama,  saya berani ambil kesimpulan ini karna dari proses. Ya, proses hadirnya dan didapatkannya jajanan pasar itu adalah sampingan dari sebuah proses utama yaitu berbelanja. Ketika ibu kita pergi ke pasar maka akan membawakan buah tangan berupa jajanan pasar, sehingga di beberapa pasar, penjual jajanan pasar ini berada dekat pintu keluar atau diantara gang selasar pasar. 

Komposisinya marilah kita lihat, ya full akan energi yg mudah dicerna. Mulai dari gula manis bubuk hingga "juruh", gula yg diencerkan, bila tidak maka full karbohidrat. Kenapa, ya camilan pagi ini ditujukan untuk menyiapkan energi tuk aktivitas seharian tanpa membuat perut merasa penuh, enteng di perut berat di energi. 

Itu dulu bro.....

Saat ini jajanan pasar sudah masuk kepada makanan nostalgia yg mengisi setiap rentang meja seorang pejabat, untuk mengingat apa yg pernah dialaminya, hidup susah kala kecil. Rasa ini tidak hanya mendatangkan nostalgia akan tetapi melemparkan seorang pejabat untuk mewanti wanti anak cucunya agar tidak mau hidup susah, bekerja dan bekerja, JANGAN SAMPAI SUSAH KAYA BAPAK DULU ya nak !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar