Selasa, 12 Maret 2013

T E T U K O (seri dua)

Kadang kala kita akan menanyakan kenapa sih orang kok repot-repot memelihara burung, ayam, atau hewan lainnya. Seperti yang telah saya ungkapkan sebelumnya bahwa burung memiliki sosiokultur yang tinggi di masyarakat Jawa. Hal ini terbukti dengan beberapa pasar burung di beberapa kota, kenapa gak ada pasar anjing, pasar ular atau yang lainnya, walaupun di pasar burung kita juga menemukan adanya penjual anjing, kucing ataupun ular, tetapi tetap saja, judulnya PASAR BURUNG.

Sosiokultur kedua yang membuktikan bahwa burung atau dalam terminologi jawa dikenal dengan sebutan tetuko. Lelaki Jawa akan disebut sebagai sempurna bila telah memiliki wismo, wanito, turangga, tahta, dan tetuko, kok gak segawon (anjing) atau kucing, ini sebuah pertanyaan yang telah saya jawab di bagian pertama kemarin.

Saat ini marilah kita meninjak pada dataran apa saja yang menjadi trend dari pemeliharaan burung kicau atau burung yang lainnya. Pemeliharaan burung dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu yang dinikmati bentuk dan keindahan bulu burung, yang dinikmati ketenangan dan kenyamanan kung nya, yang dinikmati kicauannya, atau yang dinikmati sifat dan perangainya.

Burung yang dinikmati bentuk dan keindahan bulunya seperti kita kenal merak. Burung yang dinikmati ketenangan dan lama durasi dia hidup kita tentu sangat mengenal adanya perkutut, derkuku ataupun puter, sementara burung yang dinikmati karena perangainya atau sifatnya seperti beberapa burung fighter dan burung dara.

Golongan burung yang banyak diminati adalah burung yang dinikmati kicauannya. Terlepas dari apapun yang dinikmati ada satu benang merah yang harus dijlani yaitu menampilkan performa terbaik dari si burung di dalam sangkar yang kita kehendaki.

Pada saat inilah dalam terminologi kejawen dikenal adalanya Tuhan kecil, ya kita sebagai pemelihranya. Kita akan dimintai pertanggungjawaban dengan momongan kita, tuhan telah beri burung itu kebebasan, dan kita coba tuk memasukkannya ke dalam sangkar, kita harus BERTANGGUNGJAWAB dengan hati-rasa dan keinginan dia.

Pada titik inilah seorang lelaki yang bertanggungjawab dituntut untuk bisa memelihara burung atau tetuko yang dalam terminologi jawa adalah salah satu syarat kesempurnaan lelaki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar