Selasa, 02 Maret 2010

Putri Cempa ibunda Raden Patah......

Tidak banyak yang mengenal apalagi mengetahui sejarah hidup Darwati
(Dharawati), seorang Putro Jeumpa yang secara tidak langsung bertanggungjawab atas penaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit. Sejarah agung kehidupannya dapat dikenal dengan mengungkap misteri keberadaan seorang putri yang di tanah Jawa di kenal dengan ”Putri Champa”.

Putri Champa” biasanya dihubungkan dengan istri Prabu Brawijaya V yang dalam Babad Tanah Jawi, disebutkan bernama Anarawati atau Dwarawati (Darawati) yang beragama Islam.
Putri inilah yang melahirkan Raden Fatah, yang kemudian menyerahkan pendididikan putranya kepada salah seorang keponakannya yang lahir di Pasai yang dikenal dengan Sunan Ampel (Raden Rahmat) di Ampeldenta Surabaya.

Sejarah mencatat, Raden Fatah menjadi Sultan pertama dari Kerajaan Islam Demak, Kerajaan Islam pertama di tanah Jawa yang mengakhiri sejarah kegemilangan Kerajaan Jawa- Hindu Majapahit.

Menurut Gubernur Jendral Hindia Belanda dari Kerajaan Inggris yang juga seorang peneliti sosial, Sir T.S. Raffles dalam bukunya The History of Java menyebutkan bahwa Champa bukan terletak di Kambodia, tapi Champa adalah nama daerah di sebuah wilayah di Aceh, yang terkenal dengan nama ”Jeumpa”.

Champa adalah ucapan atau logat Jeumpa dengan dialek ”Jawa”, karena penyebutannya inilah banyak ahli yang keliru dan mengasosiasikannya dengan Kerajaan Champa di wilayah Kambodia dan Vietnam sekarang.
Jeumpa yang dinyatakan Raffles sekarang berada di sekitar daerah Kabupaten Bireuen, Aceh.

Keadaan Jeumpa di sebelah barat pada masa kegemilangan Kerajaan Pasai menjadi jalur laluan dan peristirahatan menuju kota besar seperti Barus, Fansur dan Lamuri dari Pasai ataupun Perlak. Kerajaan Pasai adalah pusat pengembangan dan dakwah Islam yang memiliki banyak ulama dan maulana dari seluruh penjuru dunia.
Sementara para sultan adalah diantara yang sangat gemar berbahas tentang masalah-masalah agama. Di istananya berkumpul sejumlah ulama besar dari Persia, India, Arab dan lain-lain, sementara mereka mendapat penghormatan mulia dan tinggi.
Dan Sejarah Melayu menyebutkan bahwa ”segala orang Samudra (Pasai) pada zaman itu semuanya tahu bahasa Arab.

Jeumpa terkenal dengan putri putrinya yang cerdas dan cantik jelita, buah persilangan antara Arab-Parsi-India dan Melayu, yang di Aceh sendiri sampai saat ini terkenal dengan Buengong Jeumpa, gadiscantik putih kemerah-merahan.

Sampai saat ini Jeumpa masih menyisakan kecantikan putri-putrinya yang sekarang berada di sekitar Kabupaten Bireuen. Pada masa kegemilangan Pasai, istilah putri Jeumpa (Champa) sangat populer, mengingat sebelumnya ada beberapa Putri Jeumpa yang sudah terkenal kecantikan dan kecerdasannya.

Putri Manyang Seuludong, Permaisuri Raja Muslim pertama Jeumpa asal Persia, Shahrianshah Salman al-Parisi, yang juga ibunda kepada Syahri Nuwi pendiri Kota Perlak.
Putri Jeumpa lainnya, Putri Makhdum Tansyuri (anak Pengeran Salman-Manyang Seuludong/Adik Syahri Nuwi) yang menikah dengan kepala rombongan Nakhoda Khalifah, Maulana Ali bin Muhammad bin Ja’far Shadik, yang melahirkan Maulana Abdul Aziz Syah, Raja pertama Kerajaan Islam Perlak.
Mereka seterusnya menurunkan Raja dan bangsawan Perlak, Pasai sampai Aceh Darussalam. Demikian pula keturunan Syahri Nuwi dari Sultan Perlak bergelar Makhdum juga disebut sebagai Putri Jeumpa, karena beliau lahir di Jeumpa.
Kecantikan dan kecerdasan putri-putri Jeumpa sudah menjadi legenda di antara pembesar-pembesar istana Perlak, Pasai, Malaka, bahkan sampai ke Jawa. Itulah sebabnya kenapa Maharaja Majapahit, Barawijaya V sangat mengidam-idamkan seorang permaisuri dari Jeumpa.

Bahkan dalam Babat Tanah Jawi, disebutkan bagaimana mabok kepayangnya sang Prabu ketika bertemu dengan Putri Jeumpa yang datang bersama dengan rombongan Maulana Malik Ibrahim dan para petinggi Pasai yang datang untuk berdakwah ke pusat Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit.

Pada masa hidup Putro Darwati dari Jeumpa, Kerajaan tempatnya tinggal di Pasai sudah menjadi pusat Islamisasi Nusantara dan sangat berkepentingan untuk menaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit karena ia adalah satu-satunya penghalang utama untuk pengislaman tanah Jawa secara menyeluruh.

Maka para sultan dan para ulama serta cerdik pandai Kerajaan Pasai telah menyusun strategi terus menerus dengan segala jaringannya untuk menaklukkan Kerajaan Jawa-Hindu ini.
Bahkan, Kekaisaran Cina pun yang telah dikuasai muslim ikut andil dalam Islamisasi ini, terbukti dengan mengirimkan Penglima Besar dan kepercayaan Kaisar yang bernama Laksamana Cheng Ho.
Jalan peperangan tidak mungkin ditempuh, mengingat jauhnya jarak antara Pasai dengan Jawa Timur sebagai pusat Kerajaan Majapahit.
Maka ditempuhlah jalan diplomasi dan dakwah para duta dari Kerajaan Pasai.
Grand Master Wali Sembilan (Aulia Sikurueng), Maulana Malik Ibrahim sebagai utusan senior para pendakwah yang berpusat di Kerajaan Pasai, menemukan sebuah cara yang dianggap bijak, yaitu melalui jalur perkimpoian. Maka dikimpoikanlah iparnya yang bernama Dwarawati atau Putri Jeumpa yang cantik jelita dan cerdas tentunya, dengan Prabu Brawijaya V, yang konon masih memeluk Hindu.

Kenapa Sang Bapak Para Wali Songo ini berani mengambil kebijakan itu. Tentu hanya Allah dan beliau yang tahu. Dan akhirnya sejarah kemudian mencatat, anak perkimpoian Putri Jeumpa Dwarawati dengan Prabu Brawijaya V, bernama Raden Fatah adalah Sultan Kerajaan Islam Demak pertama yang telah mengakhiri dominasi Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit dan Kerajaan-Kerajaan Hindu lainnya.

Mungkin pertimbangan Maulana Malik Ibrahim menikahkan iparnya Putri Jeumpa berdasarkan ijtihad beliau setelah mengadakan penelitian panjang terhadap tradisi dan budaya orang Jawa yang sangat menghormati dan patuh bongkokan kepada Raja atau Pangeran yang selama ini dianggap sebagai titisan para Dewata, sebagaimana cerita-cerita pewayangan di Jawa.
Jika ada seorang Raja atau Pangeran yang masuk Islam, maka akan mudah bagi perkembangan Islam. Karena Jawa adalah salah satu daerah yang sangat sulit diislamkan sampai saat itu, mengingat kuatnya dominasi Kerajaan Hindu Majapahit.

Itulah sebabnya, ketika Putri Jeumpa telah hamil, dia ditarik dari istana Majapahit, dihijrahkan ke wilayah Islam lainnya, kabarnya ke Kerajaan Melayu Palembang. Setelah lahir anaknya, Raden Fatah, Putri Jeumpa kembali ke Jawa Timur, tapi bukan ke istana Majapahit, tapi ke Ampeldenta Surabaya, ke tempat anak saudaranya Raden Rahmat (Sunan Ampel) untuk mendidik Raden Fatah agar menjadi pemimpin Islam.
Setelah dewasa, karena masih Raden Pangeran Majapahit, maka Raden Fatah berhak mendapat jabatan, dan beliau diangkat sebagai seorang Bupati di sekitar Demak. Saat itulah para Wali Sembilan yang sudah mapan mendeklarasikan sebuah Kerajaan Islam Demak, di Bintaro Demak, sebagai Kerajaan Islam pertama di Jawa.
Karena Raden Fatah adalah titisan Raja Majapahit, maka orang orang Jawapun dengan cepat mengikuti agamanya dan membela perjuangannya sebagaimana dicatat sejarah dalam buku Babat Tanah Jawi.

”Darwati Putro Jeumpa Penakluk Majapahit” ini adalah wanita luar biasa. Dia adalah seorang ibu yang tabah, besar hati, penyayang namun mewarisi semangat perjuangan yang tidak kalah hebat dengan wanita- wanita agung Aceh seperti Laksamana Malahayati, Tjut Nya’ Dhien, Tjut Mutia dan lainnya.
Bagaimana tidak, dia harus berpisah jauh dari lingkungannya ke tanah Jawa yang asing baginya, tiada handai tolan, hidup dilingkungan masyarakat Jawa-Hindu yang berbeda budaya dan tradisi dengan negeri asalnya, bahkan ada yang menyatakan suaminyapun masih beragama Hindu dalam tradisi Kerajaan Majapahit yang feodalis.
Namun karena para ulama-pejuang sekelas Maulana Malik Ibrahim atas dukungan para Sultan Muslim menugaskannya berdakwah dengan caranya, wanita agung inipun ikhlas melakoni peran perjuangannya.

Demi kelanjutan agamanya, dia rela meninggalkan kegemerlapan istana Majapahit sebagai permaisuri agung untuk memastikan putranya dapat pendidikan terbaik agar menjadi seorang pemimpin Islam di Jawa.

Raden Fatah kecil mendapat kasih sayang serta bimbingan ibundanya bersama para Wali yang dipimpin sepupunya Raden Rahmat (Sunan Ampel) yang juga dilahirkan di Kerajaan asal ibunya.

Putro Darwati dari Jeumpa telah sukses gemilang menjalankan tugas agamanya, dia seorang ibu pendidik agung (madrasat al-kubra), pejuang suci (mujahidah fi sabilillah), pendakwah Islam (da’i) sekaligus sebagai penyebab (asbab) keruntuhan sebuah dinasti Hindu terbesar yang menjadi lambang keagungan dan kebesaran Jawa.

2 komentar:

  1. koreksi saja bhw putri cempa ini benar2 putri dari kerajaan vietnam. tks

    BalasHapus
  2. saya masih bingung dengan 2 putri champa ( dwarwati dan wandan kuning ) yang menikah dengan brawijaya V,tapi keduanya melahirkan anak yg sama yaitu raden patah,mohon infonya yg benar, thnx

    BalasHapus