Minggu, 22 Agustus 2010

pelajaran dari dalam pasar.....jilid 1

Beberapa saat yang lalu sowan kepada sesepuh di Imogiri Bantul Jogjakarta, saya pingin tahu tentang apa sih sebetulnya laku prihatin menurut Jawa. Dengan segenggam dasar tentang llaku prihatin (: baca ibadah) menurut Islam telah saya pegang kuat-kuat, dengan harapan, bila saya nantinya mendapatkan ilmu baru, saya akan bisa dengan mudah membedakan apakah ini bid'ah, ataukah sudah masuk ke dalam ranah syirik (insyaALLAH tidak).

Tapi satu yang membuat saya heran, beliau tidak mau memberikan pelajaran itu pada saya (: padahal hari-hari sebelumnya saya diberikan langsung beberapa ilmu tentang kejawen dari beliau), tapi beliau malah memberikan nama dimana saya bisa belajar sama dia........aneh nya lagi saya harus menemuinya di pasar beringharjo, tidak boleh dirumahnya.

Gusti Paino namanya, seorang pedagang di pasar beringharjo yang memiliki tinggi orang ini sekitar 168 cm dengan tubuh gempal dan kumis yang ringan menempel diatas bibirnya, orangnya cukup sederhana dan tidak terkesan dia memiliki ilmu yang saya cari itu, konsepsi tentang apa itu laku prihatin, sebab orang ini termasuk gemuk menurut ukuran saya. Dengan beralaskan koran yang mungkin sudah sobek sobek karena panasnya pantat, dia membuka pertanyaan, "pingin tau apa mas.........". Saya malah bingung, tapi saya beranikan bertanya tentang konsepsi dasar tentang laku prihatin.

Dan inilah penjabaran beliau.......

Prihatin, kata beliau adalah suatu niatan kita untuk membuat pedih hati kita (Perih ing Batin), dengan apa kita buat pedih hati kita, kita coba membuat batasan-batasan dan mengurangi sesuatu yang kita sukai, baik itu makanan, minuman, bahkan hobi kita. Jadi, sebelum kita memulai laku prihatin, kita harus tahu apa yang sebetulnya yang menjadi kesukaan kita, jadi gak mesti puasa aja, bisa yang lainnya, contohnya saya suka sekali sate kambing, maka saya ingin mengendalikan itu dengan tidak makan sate kambing selama 3 bulan lamanya......itu kunci pertama yang harus kita pegang.

Trus apa sih untungnya dengan laku prihatin ini, beliau menajawab, dengan laku prihatin maka orang tersebut akan senantiasa pedih hatinya. Layaknya tangan kita terluka kena pisau, maka luka itu akan sangat pedih bila ditetesi air garam (: padahal tangan yang sehat tidak akan pedih dengan air garam), layaknya kaki yang kena knalpot akan nyeri kalau dipegang dengan kuat (: padahal kaki yang tidak luka, tidak akan perih bila dicubit sekalipun). Begitu juga dengan hati kita, kita akan lebih bisa mengolah bowo roso dengan membuat 'luka' dihati ini, hati kita akan lebih peka terhadap perubahan disekitar kita......kunci kedua yang harus saya pegang.

itu tujuannya kah, beliau jawab itu bukan final destinationnya.

Trus apa final destination dari prihatin ini, laku prihatin ini hanyalah syarat untuk naik ke sebuah kendaraan, kendaraan ini mensyaratkan orang yang menumpang kendaraan itu harus memiliki kesensitifan hati yang tinggi, olah bowo roso yang tinggi, untuk apa, untuk membaca apa yang diinginkan oleh pengemudi dari kendaran itu. Sebab, dengan kita tahu apa keinginan pengemudi, batasan dan anjurannya, maka kita akan diperbolehkan terus ada di dalam kendaraan ini sampai tujuan akhir nanti. Saya bertanya, siapakah pengemudi kendaraan ini, beliau menjawab GUSTI ALLAH.

Sambil beliau menyodorkan teh dengan gula batu saya teruskan diskusi saya.......

Saya trus bertanya, apakah dengan prihatin ini kita akan menjadi lemah, beliau tidak menjawab tapi beliau mengambil bola pingpong. Dengan papan kayu, beliau pantulkan bola pingpong itu ke lantai dan dipukul sekali. Awalannya beliau berdiri diatas kursi, jarak lantai dengan papan kayu sekitar 2 meter. Saya lihat bola pingpong memantul dengan pelan, sebab saya tahu Gusti Paino hanya menahan laju bola pingpong itu dengan papan kayu, tidak memukulnya lagi......sehingga lama-lama,sebetulnya, bola pingpong itu sudah tidak meyentuh papan kayu lagi, akan tetapi tetap bergerak turun walau tidak menyentuh papan kayu.

Sesaat kemudian Gusti Paino turun dari kursinya dan papan kayu tersebut juga turun secara lurus vertikal, pertama-tama papan kayu mulai mengenai bola pingpong yang memantul lantai - papan kayu (: ya sekarang bola pingpong mengenai papan kayu lagi). Setelah itu papan kayu diturunkan lagi oleh Gusti Paino, kira-kira 1 meter dari lantai, saya lihat pantulan bola pingpong itu makin keras. Gusti Paino menurunkan lagi papan kayu itu, kira-kira 25 cm dari lantai, saya hampir tidak bisa melihat bola pingpong itu memantul sedemikian cepatnya antara lantai dengan papan kayu.

Setelah itu beliau bilang, hati kita itu seperti papan kayu sementara roso (perasaan) kita seperti bola pingpong yang memantul, bila hati (:papan kayu), dimana rasa diolah, kita biarkan dengan kemewahan dan diujo (: tetap dibiarkan melayang diatas dengan kemewahan duniawi), maka lama kelamaan seperti bola pingpong itu, yang melemah dan tidak mau menyentuh papan kayu (: hati kita) itu. Hati kita tidak akan bisa merasakan lagi, orang jawa bilang ndableg......

Tapi kalau kita coba kekang sedikit demi sedikit nafsu atau keinginan kita, maka seperti papan kayu yang diturunkan secara vertikal tadi, pertama-tama hati ini akan bisa merasakan kembali walau sangat lemah, seperti papan itu tersentuh kembali oleh bola pingpong yang telah melemah pantulannya, bahkan pantulan bola pingpong itu bisa menguat kembali dengan kita menurunkan papan kayunya, begitu juga dengan perasaan kita, perasaan kita akan kembali menguat ketika kita mengekang segala hawa nafsu.........kunci ketiga yang saya genggam kencang.

Apakah olah roso ini membuat kita lemah, TIDAK, coba kita lihat, apa yang terjadi bila jarak papan kayu dengan lantai hanya 25 cm, pantulan bola pingpong cukup cepat antara lantai - papan kayu. Bila papan kayu dengan mendadak ditarik, menghindari bola pingpong, maka bola pingpong itu ternyata akan terpantul tinggi sekali, bahkan bisa melampaui 3 meter tingginya (: padahal dipukul pertama tadi hanya dari ketinggian 2 meter loh). Inilah kekuatan sesungguhnya dari oleh bowo roso yang berpusat di hati kita..........kunci keempat yang saya camkan.

Orang yang senantiasa mengolah hatinya sedikit demi sedikit turun seperti papan kayu itu akan senantiasa merasakan desakan yang kuat oleh bola pingpong yang memantul, dengan menurunkan papan kayu itu maka energi kinetik dari bola pingpong akan naik bahkan bisa mencapai delapan atau puluhan kali lipat dari posisi papan kayu yang pertama. Kekuatan inilah yang dimiliki oleh orang-orang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya.

Nah, apakah ini melanggar aturan agama yang saya anut (: Islam), menurut saya kok TIDAK. Tujuan akhir dari laku prihatin adalah mendekatkan diri kepada pengemudi kendaraan (: Gusti ALLAH), sementara ibadah-ibadah di dalam agama saya juga bertujuan yang sama.

Trus kenapa kita memandang sebelah mata terhadap laku prihatin ini, tidak ada yang bertentangan kalau seperti yang dipaparkan Gusti Paino itu. Jangan-jangan hanya ego kita aja, agar kita tetap bisa merasakan enaknya keglamoran duniawi sehingga mengatakan laku prihatin itu syirik, tabiat orang-orang musyrik, jadul dan kuno..........

Sore telah merayap masuk ke sela-sela pasar ketika Gusti Paino mengajak saya keluar dari pasar, satu pelajaran saya peroleh di dalam pasar hari itu, sungguh pelajaran yang tidak diajarkan di bangku-bangku sekolah, telah lahir dari seorang Paino.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar