Rabu, 19 Mei 2010

Kyai Sukmo Cinarito

Namanya cukup simpel Kyai Sukmo Cinarito. Keris ini memang terpegang pertama oleh saya, sehingga tidak ada imbuhan Kanjeng, sebelum kata Kyai. Makna Kanjeng, itu berarti bahwa keris atau sejenis tosan aji tersebut adalah pemberian dari seseorang, baik itu ayah, ibu, sodara, dukun, atau seorang yang memiliki harkat dan martabat diatas kita. Sukmo Cinarito, keinginan dari nama itu adalah bagaimana sebuah sukma dapat bercerita tentang isi dan keinginan yang terpendam.

Dari beberapa senior perkerisan, keris ini memiliki dapur Carito Kasapto (tujuh tahapan masuk surga/nirwana). Tujuh tahapan tersebut adalah roh, masa di dalam kandungan, masa anak-anak, masa remaja, masa dewasa, masa tua, dan mati. Begitulah dapur ini menerangkan bagaimana susunan seseorang untuk mencapai derajat kesempurnaan di nirwana.

Keris ini berpamor karawelang. Karawelang adalah sejenis ular yang memiliki pattern seperti ulang belang (Bungarus fasciatus). Layaknya ular tersebut, dia lentur dan tidak kaku dalam menghadapi segala rintangan yang akan di laluinya, fleksibilitas dalam SWOT analisis. Dia menyimpan senjata (bisa) untuk kondisi yang amat sangat mendesak, karena dia sadar bisa yang ada di kantung bisa nya hanyalah sedikit sekali, suatu persiapan yang sempurna. Dan liatlah ulang belang itu, bila amat sangat terdesak maka dia akan mengeluarkan pheromon untuk menarik ular yang lain datang, tanpa pandang jenis dari ular apa dia, suatu network yang bagus. Itulah sebabnya kenapa leluhur kita membuat pattern/pamor pada keris salah satunya adalah karawelang, keluwesan-kekuatan-kewibawaan-network, itu yang mau tanamankan.

Pendok model bunton. Pendok dengan model ini digunakan untuk beberapa keris yang peruntukannya adalah untuk keseharian, peperangan dan pengabdian, bukan untuk seremonial dan pisowanan, walaupun ada beberapa yang menggunakan untuk pisowanan. Pendok bunton ini diukir dengan kembang asem. Kembang asem di jawa disebut sinom, dan sesuai perwatakan jawa, pengulangan suku kata terakhir adalah candrasengkala, nom-noman. Dengan maksud, keris ini haruslah dipegang oleh seseorang yang memiliki jiwa dan semangat layaknya pemuda yang selalu berkobar-kobar, pantang menyerah menghadapi segala rintangan yang ada.

Pada atas ukiran terdapat markah 'abu afa', dengan huruf arab, berarti keris ini pertama kali dipegang oleh ayah dari si-afa (anak saya). Dan pada sisi belakang dari pendok ini ada kinatah ayat al-qur'an surat al-hadiid ayat 25 '....dan AKU ciptakan besi ini agar bermanfaat bagi manusia......'. Semoga sesuai dengan ayat tersebut, keris ini mampu mendatangkan manfaat yang besar bagi pemegangnya.

Deder keris ini memilih model puteri kinurung. Harapan pemegang/penggenggam deder ini nantinya selalu dilindungi ALLAH SWT seperti layaknya seorang puteri yang dikurung oleh seorang raja, yang tidak lain dan tidak bukan dengan maksud melindunginya. Pola buto di punggung deder, dalamnya patra ageng, patra gandul melambangkan dalamnya niatan tuk menjalani tahapan-tahapan dalam menuju nirwana.

Warangka dengan model gayaman adalah warangka yang dikhususkan untuk harian, sebuah do'a yang dipanjatkan tiap hari untuk sang Khaliq. Kayu yang dipakai untuk warangka adalah kayu cendana, dengan harapan dalam menjalani ketujuh tahapan tersebut insyaALLAH selalu dalam harumnya surga dan nafas ilahi.......

Amien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar